logo-raywhite-offcanvas

07 Sep 2022

Awalnya Indonesia Aman dari Resesi. Setelah BBM Naik, Nasibnya Gimana?

Awalnya Indonesia Aman dari Resesi. Setelah BBM Naik, Nasibnya Gimana?

Per 3 September 2022 pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan Solar Subsidi. Di tengah kenaikan harga BBM subsidi itu, PT Pertamina (Persero) juga menurunkan harga tiga jenis BBM non subsidinya, antara lain Pertamax Turbo, Pertamina Dex, dan Dexlite.

Selain Pertamina, Shell, Vivo Energy dan BP-AKR juga menyesuaikan harga BBM-nya. Di mana setelah kenaikan harga BBM Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, dan Solar Subsidi menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax juga alami kenaikan menjadi Rp 14.500 per liter. Tepat pada hari pertama diumumkannya BBM naik, antusias masyarakat mengisi BBM di SPBU Vivo, khususnya untuk jenis Revvo 89, melonjak karena harganya lebih murah hanya Rp  8.900 per liter. Namun saat ini Vivo kembali melakukan penyesuaian harga menjadi Rp 10.900 per liter. 

Menanggapi hal tersebut Manajemen Vivo buka suara, bahwa produk Revvo 89 sebenarnya merupakan produk BBM yang tidak disubsidi, sehingga harga jualnya ditentukan oleh harga BBM internasional serta peraturan lokal tentang harga jual maksimum. Pemerintah telah memutuskan untuk menghapus penjualan BBM oktan rendah pada 31 Desember 2022 mendatang. Guna mematuhi kebijakan tersebut, Vivo berencana untuk menghabiskan stok Revvo 89 sebelum aturan tersebut berlaku. 

Kebijakan menahan harga bahan bakar minyak (BBM) melalui subsidi awalnya menempatkan Indonesia pada kategori yang cukup aman dari risiko resesi. Kini setelah kebijakan berubah, bagaimana nasib Indonesia ke depan?

Menyusul kebijakan baru tersebut, Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, optimistis pada 2022 ekonomi Indonesia masih akan tumbuh di atas 5%, di kisaran 5,1 sampai 5,4%. Artinya Indonesia tidak akan jatuh ke jurang resesi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap berada di level atas 5 persen pada akhir 2022, meski harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi naik.

Kebijakan ini akan mendorong kenaikan inflasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampaknya akan memukul daya beli masyarakat yang diketahui baru pulih dari pandemi covid-19.

Inflasi hingga Agustus 2022 berada pada level 4,69% (year on year/yoy). Ini berarti lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,94%, dikarenakan deflasi yang terjadi pada beberapa kelompok barang.

Jika melihat situasi negara lain dalam beberapa waktu terakhir. Potensi resesi memang terjadi pasca harga BBM naik, inflasi melonjak, dan diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral. Sehingga konsekuensinya perekonomian akan turun drastis.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, memastikan kenaikan harga BBM akan mendorong inflasi melebihi kisaran sasarannya. Menurutnya, dampak lanjutannya ke harga barang lain (second round impact) dan ekspektasi inflasi patut dimitigasi. Namun, BI telah melakukan respons pre-emptive berupa normalisasi kebijakan moneter termasuk kenaikan suku bunga kebijakan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG-BI) terakhir. Dari sisi pasokan, BI terus bersinergi dengan pemerintah untuk memastikan ketersediaan dan menjaga harga pangan tetap stabil melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan atau GNPIP. Dengan langkah-langkah ini dan pengalihan subsidi menjadi lebih tepat sasaran, diyakini daya beli dapat dijaga, konsumsi tetap tumbuh, dan pemulihan ekonomi berlanjut.

Teranyar, untuk meredam tekanan ke masyarakat akibat harga BBM naik, pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos) tambahan senilai Rp 24 triliun sebagai bantalan bagi masyarakat yang membutuhkan. Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp 600.000 digelontorkan untuk 20,65 juta keluarga. Kemudian Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi 16 juta pekerja yang berpenghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan, dengan bantuan yang diberikan sebesar Rp 600 ribu per pekerja. Pemerintah pusat juga meminta pemerintah daerah memberikan subsidi yang bisa diambil dari dana transfer ke daerah. Tujuannya adalah UMKM, nelayan dan lainnya.

Dengan inflasi yang perlahan merangkak naik, serta ancaman resesi global akibat melemahnya ekonomi utama dunia, masyarakat secara luas memutar otak mencari cara terbaik untuk melindungi uang mereka. Meski demikian, terdapat sejumlah aset secara historis terbukti dapat melindungi harta Anda yang nilainya kian menciut akibat tingginya angka inflasi. Salah satunya properti. Properti dikenal sebagai safe-haven / hedging terhadap inflasi tinggi. Hal ini didukung pula dengan suku bunga KPR yang sangat rendah bahkan dapat disebut terendah sepanjang sejarah.

Investasi properti dikenal menguntungkan karena kebal inflasi, lantaran harga tanah yang terus naik. Imbal hasil menjual properti rata - rata mencapai 20% per tahun, apartemen sewa sebesar 12% - 17% per tahun, dan ruko per tahun sekitar 3%. Jika Anda tertarik untuk berinvestasi properti, pastikan Anda memilih agen properti yang terpercaya. Bersama Ray White sebagai market leader dengan market share terbesar, Anda akan diberi informasi aktual tentang kondisi dan harga terkini dengan membuat daftar properti yang tepat untuk Anda berdasarkan kisaran harga dan kebutuhan, serta membandingkan jenis properti yang sama di sebuah kawasan untuk menentukan harga yang kompetitif.

Menginjak usia yang ke 25 tahun, Ray White telah banyak mengantongi rentetan penghargaan dari berbagai instansi. Tentunya penghargaan-penghargaan yang telah diraih telah membuktikan kiprah kerja sukses Ray White sebagai market leader di industri property.

"Properti solution, Ray White in Action"

source :  CNN Indonesia, Bank Indonesia.

Share