Peradaban manusia yang tersebar di seluruh dunia sejak zaman dahulu mengalami gejolak perubahan dalam persebarannya. Manusia berkembang dalam perbedaan masing-masing baik dalam warna kulit, budaya, dan ras, serta cara hidup yang berbeda-beda, dan cara melakukan komunikasi yang berbeda pula.
Ketika manusia bertambah banyak tentu saja dibutuhkan sebuah wilayah untuk ditinggali dan melangsungkan kehidupan, dari sini terjadilah klaim perebutan wilayah oleh orang-orang yang ingin menetap dan ketidakcocokan karena perbedaan suku, ras, dan sebagainya akan memicu terjadinya peperangan. Pada masa sekarang manusia mulai menetapkan satu penanda hak milik, bila individu memiliki tanah, maka dibutuhkan surat penanda hak milik dalam bentuk sertifikat berbentuk kertas yang dalam perkembangannya sekarang menjadi digital melalui sertifikat elektronik.
Hingga saat ini sifat alami manusia masih tetap sama, yaitu memperjuangkan dan mempertahankan hak milik, akan tetapi ketika sebuah objek diklaim oleh dua pihak atau lebih dan keduanya bersikeras maka terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Sengketa memang memiliki konotasi negatif, karena sudah bisa dipastikan sengketa akan melibatkan pertentangan dan konflik-konflik antar pihak atau kelompok yang memiliki kepentingan pada objek kepemilikan yang sudah pasti hasilnya pasti akan menimbulkan kerugian di salah satu pihak.
Tidak ada satupun yang mengharapkan pertentangan, tetapi bisa saja terjadi ketika ada pihak-pihak yang merasa hak-haknya diambil oleh pihak lain. Sengketa sendiri dapat terjadi dimana saja dan pada siapa saja seperti perselisihan antar individu, kelompok, perusahaan, hingga sampai kepada tingkat negara.
Apa itu Sengketa?
Pengertian sengketa bisa dikatakan sebagai pertentangan antara dua pihak yang memiliki persepsi yang berbeda tentang hak milik atau suatu kepentingan, lalu terjadilah perbedaan pendapat karena terjadi ketidakpuasan pihak tertentu. Perselisihan yang terjadi pun beragam bisa bersifat faktual maupun dari persepsi masing-masing.
Perlunya mengetahui tahap-tahap terjadinya sengketa akan bertujuan untuk mengidentifikasi akar permasalahan dan pada akhirnya mencari solusi baik secara persetujuan kedua belah pihak maupun melalui pihak ketiga, namun umumnya sengketa harus melalui pihak ketiga yang independen dalam penyelesaiannya. Tahapan sengketa dimulai dari :
- Tahap keluhan (pra-konflik)
Mengacu pada kondisi seseorang atau kelompok yang memiliki penilaian persepsi tidak adil berdasarkan keadaan, pelanggaran ini bisa nyata atau imajinasi, diawali dari pihak yang merasa haknya dilanggar
- Tahap Perselisihan (konflik)
Tahap ini ditandai dengan pihak yang merasa haknya dilanggar memulai konfrontasi, yaitu memberikan tuduhan kepada pihak lawan dan membuat mereka mengetahui tentang keluhan-keluhan tersebut. Di tahap ini kedua belah pihak sudah menyadari bahwa ada perselisihan di antara mereka
Tahap ini adalah dari perkembangan konflik antara kedua belah pihak dan sudah mulai dikemukakan secara umum, perselisihan yang meningkat karena keluhan dari pihak-pihak dan memasuki bidang publik yang dilakukan secara aktif. Jadi orang yang merasa dirugikan sengaja memberikan informasi kepada khalayak umum tentang perselisihan yang terjadi.
Penyebab Terjadinya Sengketa
Rahmadi (2011:8) menyatakan sengketa yang terjadi karena beberapa teori berikut ini:
Teori ini muncul dari sengketa akibat terjadinya ketidakpercayaan dan rivalitas kelompok di dalam masyarakat, hal ini terjadi karena tidak saling mengenal dan banyak hal lain. Solusi untuk menyelesaikan konflik ini adalah dengan meningkatkan komunikasi dan pengertian antar kelompok-kelompok yang mengalami konflik, toleransi harus diutamakan agar masyarakat dapat menerima keberagaman.
Konflik ini terjadi lebih spesifik karena perbedaan-perbedaan sikap tiap pihak atau idealisme masing-masing, untuk menyelesaikan konflik ini para penganut teori ini menganjurkan untuk memisahkan perasaan pribadi dengan masalah-masalah yang ada, serta mampu melakukan negosiasi.
Dalam teori ini terdapat penjelasan bahwa konflik terjadi karena ada kelompok yang merasa terancam identitasnya oleh pihak lain. Solusi dalam konflik ini adalah mengadakan fasilitasi dengan mengundang wakil-wakil pihak yang terancam dengan tujuan identifikasi masalah dan untuk membangun empati dan rekonsiliasi. Sehingga pada akhirnya terjadi pengakuan identitas pokok semua pihak.
- Kesalahpahaman Antar Budaya
Konflik yang marak terjadi apalagi di Indonesia dengan berbagai macam budaya , bahkan di satu wilayah provinsi yang sama sekalipun terdapat perbedaan budaya antar wilayah. Diawali dari ketidakcocokan dalam berkomunikasi dengan pihak dengan latar belakang budaya yang berbeda. Diperlukan dialog antar orang-orang untuk menghindari konflik dan memahami budaya lain.
Teori ini menyatakan bahwa konflik terjadi karena kesenjangan sosial, masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang terwujud dalam aspek kehidupan bermasyarakat seperti sosial, ekonomi, politik. Solusi untuk penyelesaian konflik ini berlaku dalam jangka panjang karena memerlukan perubahan struktur hingga mencapai tingkat pemberdayaan, rekonsiliasi dan pengakuan keberadaan masing-masing.
- Kebutuhan dan Kepentingan manusia
Konflik ini terjadi karena kebutuhan manusia tidak terpenuhi karena merasa terhalangi/ dihalangi oleh orang lain. Kebutuhan kepentingan ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu kepentingan yang berkaitan dengan tata pergaulan dalam masyarakat (kepentingan prosedural), lalu kepentingan yang non material seperti penghargaan dan empati (kepentingan psychological), dan terakhir kepentingan manusia yang berhubungan dengan kebendaan seperti sandang, papan, pangan, dan kekayaan (kepentingan substantif).
Konflik yang sering terjadi pada masa ini adalah kepentingan substantif, sering sekali konflik terjadi pada sektor property dan masih sering terdengar sengketa antar pihak dan yang paling familiar adalah sengketa tanah, yang akan kita kupas lebih lanjut.
Sengketa Tanah
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia No.3 Tahun 2011 menyatakan sengketa tanah adalah perselisihan orang per orang, badan hukum, atau lembaga yang berdampak luas secara sosio-politis. Sengketa tanah muncul karena kedua belah pihak mengklaim kepemilikan atas suatu tanah.
Sengketa tanah penyebabnya dimulai dari sikap abai terhadap administrasi pertanahan dan properti milik sendiri, tentu saja termasuk di dalamnya adalah sertifikasi yang tidak jelas, hingga ketika ada pihak lain yang mengklaim tanah tersebut sengketa pun tidak terhindarkan.
Bapak Sofyan Djalil selaku Menteri Agraria dan Tata ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan sengketa tanah disebabkan oleh dua hal, pertama adalah orang yang memiliki lahan tapi tidak peduli sama sekali dengan lahan nya sehingga mudah diserobot oleh orang lain, kedua adalah kegiatan dari para mafia tanah. Sebab itu pentingnya melakukan pengurusan sertifikasi tanah kepada masyarakat karena memberikan kepastian hukum dan akan menghindari konflik tanah yang akan terjadi.
Kasus sengketa tanah bertambah setiap harinya, di tahun 2020 saja ada 1.228 kasus sengketa tanah yang harus diselesaikan oleh BPN, tetapi terus bertambah setiap harinya akibat berbagai hal di masa lalu seperti yang dilaporkan Bapak Sofyan Djalil kepada Bapak Jokowi pada pembukaan penyerahan sertifikat tanah kepada rakyat Indonesia secara virtual.
Oleh sebab itu, kesadaran masyarakat akan legalitas properti tanah miliknya harus ditingkatkan, betapa tidak, ke depan pembangunan akan terus terjadi apalagi tanah merupakan aset strategis yang memiliki nilai ekonomis. Untuk itu pemerintah juga harus lebih transparan dalam membantu pengurusan sertifikat tanah masyarakat, upaya-upaya yang dilakukan salah satunya adalah dengan pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat baik bersifat fisik maupun bersifat elektronik.
Pada tahun 2020 saja, Presiden Jokowi sudah menyerahkan sebanyak 584.407 sertifikat tanah dengan total 6,8 juta bidang tanah kepada masyarakat di 26 provinsi dan 273 kabupaten/kota di Indonesia.
Pentingnya sertifikasi tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada para pemilik aset, dan terhindar dari masalah-masalah konflik ke depan, karena persoalan tanah cukup sensitif dan melibatkan banyak pihak, gawatnya lagi jika tidak diselesaikan maka bukan tidak mungkin akan memakan korban jiwa.
Sengketa yang sering terjadi salah satu di antaranya adalah sengketa tanah adat atau tanah ulayat, namun sekarang telah ada kepastian hukum yang menjamin tanah ulayat termaktub dalam UUPA yang berkaitan dengan tanah UU No. 5 tahun 1960. Undang-undang yang dimaksud mengakui hak ulayat atau hak bagi masyarakat menggunakan tanah sebagai tanah adat, selagi tanahnya terbukti masih digunakan oleh masyarakat hukum adat dan kepala adat yang bersangkutan, sebaliknya tanah ulayat dapat dialihkan sebagai hak milik jika pada kenyataannya tanah tersebut tidak digunakan lagi dan dinyatakan sebagai “bekas tanah ulayat”.
Tanah bekas ulayat dapat dilakukan proses sertifikatnya tanpa melakukan jual beli terlebih dahulu jika pemiliknya adalah masih pemilik asli, jika tanah merupakan warisan maka harus ada keterangan waris dan prosedur waris.
Pembuatan sertifikat untuk tanah adat dalam istilah hukum pertanahan dikenal sebagai pendaftaran tanah untuk pertama kali, kegiatan ini terbagi dalam dua jenis yaitu pendaftaran yang diprakarsai oleh pemerintah (sistematis), dan kedua adalah diprakarsai oleh pemilik secara mandiri (sporadis).
Untuk jenis pendaftaran mandiri ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu :
- Memiliki surat rekomendasi yang dibuat oleh Lurah/Camat tentang tanah yang akan didaftarkan
- Ada surat keterangan tidak sengketa dari RT/RW/Lurah
- Surat permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan proses sertifikat (bisa didapatkan dari Kantor Pertanahan Setempat)
- Surat kuasa jika pengurusan diberikan kepada pihak lain (misalnya PPAT)
- Identitas pemilik tanah yang dilegalisasi oleh notaris dan/atau kuasanya. Berupa fotokopi KTP, Kartu Keluarga, Surat keterangan waris, dan akta kelahiran (jika pemohon adalah ahli waris)
- Bukti atas tanah yang dimohonkan
- Surat pernyataan telah membuat tanda batas
- Fotokopi Surat Tanda Terima Sementara (STTS) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tahun berjalan.
Mafia Tanah
Mafia tanah adalah praktik ilegal yang menjadi sumber utama sengketa tanah yang terjadi di Indonesia dengan berbagai praktik manipulasi yang dilakukan. Mafia tanah dapat berupa individu atau kelompok, biasanya mafia tanah mengincar tanah-tanah yang masih dalam status tanah girik yang maksudnya status kepemilikan tanah hanya dalam bentuk surat kuasa dan biasanya diberikan turun temurun, mengingat status surat kuasa ini tidak kuat secara hukum karena belum terdaftar secara legal maka dengan mudahnya para mafia tanah melakukan manipulasi.
Lebih lanjut praktik kejahatan para mafia tanah ini cukup terorganisir, dalam beberapa kasus penangkapan mafia tanah terdapat oknum BPN yang ikut bermain memalsukan data serta bekerjasama dengan notaris-notaris bodong. modus klasik yang dilakukan adalah dengan berpura-pura tertarik membeli tanah, lalu dengan alasan pengecekan mereka meminta sertifikat tanah asli, selanjutnya mereka akan melakukan pemalsuan KTP, mengubah dokumen dan lain sebagainya, oleh sebab itu masyarakat diminta berhati-hati dan tidak memberikan sertifikat tanah nya kepada orang lain begitu saja.
Cara lain yang terungkap adalah, ada kedua belah pihak yang berpura-pura melakukan sengketa atas suatu hak milik tanah, padahal tanah tersebut bukanlah milik kedua belah pihak tersebut, malahan pemilik asli mungkin tidak tahu menahu dan tidak dilibatkan sama sekali, salah satu pelaku bahkan berprofesi sebagai pengacara, dengan skenario yang diatur dan dengan berbagai dokumen palsu.
Modus mafia tanah ini pun akan terus didalami dan pemerintah juga akan semakin serius untuk menyelesaikan permasalahan ini, di lain sisi masyarakat juga dihimbau agar mulai sadar akan pentingnya sertifikat kepemilikan tanah yang sah secara hukum.
Menyelesaikan Sengketa Tanah
Penyelesaian sengketa tanah tidak harus melalui proses pengadilan, karena akan menghabiskan banyak waktu dan biaya yang tidak sedikit, penyelesaian bisa melalui Kantor Pertanahan.
Untuk menyelesaikan masalah sengketa tanah yang terjadi, masyarakat dapat melakukan proses pengaduan kepada Kepala Kantor Pertanahan secara tertulis melalui bagian pengaduan, bisa juga melalui kotak surat atau website kementerian, dan untuk langkah selanjutnya seperti berikut ini:
- Berkas pengaduan akan disampaikan ke Kementerian atau Kantor Wilayah BPN, dan diteruskan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
- Isi pengaduan memuat uraian singkat tentang kasus yang diadukan, beserta dengan fotokopi identitas pengadu, bukti-bukti yang terkait pengaduan, fotokopi identitas penerima kuasa, dan surat kuasa apabila dikuasakan.
- Berkas akan diperiksa dan jika memenuhi syarat maka berkas akan disampaikan kepada pejabat di Kantor Pertanahan yang bertanggung jawab dalam menangani sengketa, konflik, dan perkara.
- Setelah diterima pejabat yang bertanggung jawab, langkah selanjutnya adalah berkas akan diadministrasikan ke dalam penerimaan pengaduan. Lalu akan diadakan pengumpulan data, validasi, dan keterangan saksi. Setelah hasil keluar maka akan ditentukan apakah pengaduan merupakan kewenangan kementerian atau tidak.
- Jika pengaduan masuk ke dalam kewenangan kementerian maka hasilnya akan dilaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, bila tidak maka akan dibuat penjelasan tertulis kepada pihak pengadu berdasarkan beberapa ketentuan, dan tugas dari kementerian untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa melalui mediasi.
Menghindari Sengketa Tanah
Bagi kita saat ini penting juga untuk mengetahui perkembangan pembangunan yang ada, karena kasus-kasus sengketa bisa muncul ketika tanah yang dahulu kosong tidak didiami, masyarakat juga cuek dan tidak terlalu peduli dengan status kepemilikan tanah, situasi yang dimanfaatkan para mafia tanah sehingga keadaan semakin runyam. Masyarakat harus lebih melek hukum agar kepastian hak milik tanah tidak diganggu oleh pihak lain apapun alasannya.
Nah agar terhindar dari sengketa saat melakukan pembelian tanah sebaiknya memperhatikan hal berikut:
- Cek Status Kepemilikan Lahan
Perlu diketahui siapakah pemilik lahan ini, apakah penjual secara pribadi atau bukan. Tanah dengan memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik) akan memiliki kekuatan hukum dan aman.
Setelah penjual menunjukkan sertifikat bukti kepemilikan tanah, lakukan pengecekan keaslian sertifikat kepada Badan Pertanahan setempat, yang memiliki wewenang untuk mengecek keaslian sertifikat tanah.
Pastikan pihak yang menjual, biasanya ada dua pihak yaitu pengembang atau perorangan, bila penjual adalah pengembang anda harus memeriksa kredibilitas perusahaan tersebut, jika perorangan bertanyalah kepada RT/RW setempat untuk memastikan kredibilitas individu yang bersangkutan.
Berharganya tanah sebagai properti yang strategis dan bernilai ekonomis memang tidak bisa dipungkiri lagi, berbagai cara yang ada akan dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyerobot hak milik orang lain karena keuntungan dari memiliki properti ini bisa dibilang tidak tanggung-tanggung. Dengan memiliki Sertifikat yang sah, anda akan dengan mudah dan leluasa menjalankan bisnis di dunia real estate, bahkan ketika anda berkeinginan untuk memulai bisnis di dunia properti, hal yang utama tentu memastikan legalitas sebuah aset. Jadi, segera urus legalitas kepemilikan properti anda ya.
Tetapi terkadang ada keterbatasan informasi yang terjadi, solusi terbaik adalah dengan berkonsultasi dengan agen properti terpercaya yang telah memahami seluk beluk legalitas properti.
Ray White adalah agen properti yang mengutamakan pelayanan yang kredibel dan tentu saja dengan banyak pilihan properti dengan harga terbaik bisa anda dapatkan. Semua jenis properti terjamin legalitasnya karena Ray White merupakan agen properti terbaik. Ray White mendapatkan penghargaan dari Top Brand Awards sebagai bukti bahwa kepercayaan akan Ray White dalam dunia Real Estate tetap terjaga sampai saat ini. Update berita properti terbaru hingga informasi lainnya yang anda butuhkan ada di Ray White.
Ray White, Your Property Solution!
Source : Ray White, kajianpustaka, medcom, hukumonline, cnbcindonesia, kfmap, freepik
Share